Selasa, 15 Januari 2013

KEUANGAN


Di zaman era yang modernisasi seperti ini, persaingan pendidikan semakin meningkat, bukan hanya di tingkat perkotaan saja yang mengalami peningkatan akan tetapi di tingkat pedesaan juga tidak kalah penting ikut berperan dalam hal itu. Peningkatan itu tidaklah lepas dari biaya pendidikan itu sendiri.
Semakin tahun biaya pendidikan bukan nya menurun, malah semakin meningkat sehingga tidak sedikit orang lebih memilih bekerja dibandingkan sekolah. Di pedesaan contohnya, sekolah mulai mereka tempuh dari tingkat SD, mereka belum pernah merasakan duduk di bangku Taman Kanak-kanak atau TPA, karena sarana dan prasarana nya kurang.
Berbicara masalah Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah ( RAPBS ) yang setiap tahunnya selalu berubah-ubah sehingga masalah ketetapan biaya pertahunnya tidak bisa hanya di kira-kira, biaya tersebut perlu keterangan yang pasti dan akurat.
BAB II
PEMBAHASAN
ORGANISASI  NIRLABA
A.    Profit dan Non Profit, Laba dan Nirlaba
Organisasi nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik publik untuk suatu tujuan yang tidak komersial, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (moneter). organisasi nirlaba meliputi keagamaan, sekolah negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi sukarelawan, serikat buruh.
Menurut PSAK No.45 bahwa organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari organisasi tersebut. (IAI, 2004: 45.1)
Lembaga atau organisasi nirlaba merupakan suatu lembaga atau kumpulan dari beberapa individu yang memiliki tujuan tertentu dan bekerja sama untuk mencapai tujuan tadi, dalam pelaksanaannya kegiatan yang mereka lakukan tidak berorientasi pada pemupukan laba atau kekayaan semata (Pahala Nainggolan, 2005 : 01). Lembaga nirlaba atau organisasi non profit merupakan salah satu komponen dalam masyarakat yang perannya terasa menjadi penting sejak era reformasi, tanpa disadari dalam kehidupan sehari-hari kini semakin banyak keterlibatan lembaga nirlaba.
Organisasi nirlaba pada prinsipnya adalah alat untuk mencapai tujuan (aktualisasi filosofi) dari sekelompok orang yang memilikinya. Karena itu bukan tidak mungkin diantara lembaga yang satu dengan yang lain memiliki filosofi (pandangan hidup) yang berbeda, maka operasionalisasi dari filosofi tersebut kemungkinan juga akan berbeda. Karena filosofi yang dimiliki organisasi nirlaba sangat tergantung dari sejarah yang pernah dilaluinya dan lingkungan poleksosbud (politik, ekonomi, sosial dan budaya) tempat organisasi nirlaba itu ada.
Perbedaan organisasi nirlaba dengan organisasi laba
Banyak hal yang membedakan antara organisasi nirlaba dengan organisasi lainnya (laba). Dalam hal kepemilikan, tidak jelas siapa sesungguhnya ’pemilik’ organisasi nirlaba, apakah anggota, klien, atau donatur. Pada organisasi laba, pemilik jelas memperoleh untung dari hasil usaha organisasinya. Dalam hal donatur, organisasi nirlaba membutuhkannya sebagai sumber pendanaan. Berbeda dengan organisasi laba yang telah memiliki sumber pendanaan yang jelas, yakni dari keuntungan usahanya. Dalam hal penyebaran tanggung jawab, pada organisasi laba telah jelas siapa yang menjadi Dewan Komisaris, yang kemudian memilih seorang Direktur Pelaksana. Sedangkan pada organisasi nirlaba, hal ini tidak mudah dilakukan. Anggota Dewan Komisaris bukanlah ’pemilik’ organisasi.
Organisasi nirlaba, non-profit, membutuhkan pengelolaan yang berbeda dengan organisasi profit dan pemerintahan. Pengelolaan organisasi nirlaba dan kriteria-kriteria pencapaian kinerja organisasi tidak berdasar pada pertimbangan ekonomi semata, tetapi sejauhmana masyarakat yang dilayaninya diberdayakan sesuai dengan konteks hidup dan potensi-potensi kemanusiaannya. Sifat sosial dan kemanusiaan sejati merupakan ciri khas pelayanan organisasi-organisasi nirlaba. Manusia menjadi pusat sekaligus agen perubahan dan pembaruan masyarakat untuk mengurangi kemiskinan, menciptakan kesejahteraan, kesetaraan gender, keadilan, dan kedamaian, bebas dari konfilk dan kekerasan. Kesalahan dan kurang pengetahuan dalam mengelola organisasi nirlaba, justru akan menjebak masyarakat hidup dalam kemiskinan, ketidakberdayaan, konflik dan kekerasan sosial. Pengelolaan organisasi nirlaba, membutuhkan kepedulian dan integritas pribadi dan organisasi sebagai agen perubahan masyarakat, serta pemahaman yang komprehensif dengan memadukan pengalaman-pengalaman konkrit dan teori manajemen yang handal, unggul dan mumpuni, sebagai hasil dari proses pembelajaran bersama masyarakat.
Dalam konteks pembangunan organisasi nirlaba yang unggul, berkelanjutan dan memberikan energi perubahan dan pembaruan bagi masyarakat, Bernardine R. Wirjana, profesional dalam bidang pemberdayaan masyarakat, yang selama dua dasawarsa menjadi pelaku manajemen organisasi nirlaba, mengabadikan proses pembelajaran atas pengalaman-pengalaman laoangan dan teori-teori manajemen terkini dalam bidang pemberdayaan masyarakat.
Ciri-Ciri Organisasi Nirlaba        
1.    Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapakan pembayaran kembali atas manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan.
2.     Menghasilkan barang dan/ atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan kalau suatu entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para pendiri atau pemilik entitas tersebut.
3.     Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada saat likuiditas atau pembubaran entitas.
Keadaan Organissai Nirlaba di Indonesia
Menurut Wikipedia Indonesia, organisasi nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal didalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak komersial, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (moneter). Organisasi nirlaba meliputi gereja, sekolah negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi jasa sukarelawan, serikat buruh, asosiasi profesional, institut riset, museum, dan beberapa para petugas pemerintah.
Karakter dan tujuan dari organisasi non profit menjadi jelas terlihat ketika dibandingkan dengan organisasi profit. Organisasi non profit berdiri untuk mewujudkan perubahan pada individu atau komunitas, sedangkan organisasi profit sesuai dengan namanya jelas-jelas bertujuan untuk mencari keuntungan. Organisasi nonprofit menjadikan sumber daya manusia sebagai asset yang paling berharga, karena semua aktivitas organisasi ini pada dasarnya adalah dari, oleh dan untuk manusia.
Organisasi profit memiliki kepentingan yang besar terhadap berkembangnya organisasi nirlaba. Dari onganisasi inilah sumber daya manusia yang handal terlahir, memiliki daya saing yang tinggi, aspek kepemimpinan, serta sigap menghadapi perubahan. Hampir diseluruh dunia ini, organisasi nirlaba merupakan agen perubahan terhadap tatanan hidup suatu komunitas yang lebih baik. Daya jelajah mereka menyentuh pelosok dunia yang bahkan tidak bisa terlayani oleh organisasi pemerintah. Kita telah saksikan sendiri, bagaimana efektifnya daya jelajah organisasi nirlaba ketika terjdi bencana tsunami di Aceh, ratusan organisasi nirlaba dari seluruh dunia seakan berlomba membuat prestasi tehadap proyek kemanusiaan bagi masyarakat Aceh. Organisasi profit juga mendapatkan keuntungan langsung dengan majunya komunitas, mereka mendapatkan market yang terus bertumbuh karena daya beli komunitas yang kian hari kian berkembang atas pembinaan organisasi nirlaba.
Contoh Organisasi Nirlaba
A.  Yayasan Sosial Misalnya : Supersemar, Yatim Piatu dsb
B.  Yayasan Dana, misalnya : Pundi Amal SCTV, RCTI Peduli, Dompet Dhu’afa,
C.   Lembaga Advokasi. Misalnya : Perlindungan kekerasan dalam RT
D.   Balai Keselamatan. Misalnya : Tim SAR
E.   Yayasan Kanker Indonesia
F.   PMI
B.     Rencana Anggaran dan Belanja Sekolah (RAPBS)
RAPBS adalah rencana biaya dan pendanaan rinci untuk tahun pertama. RAPBS berkaitan dengan penjabaran pembiayaan dari program kerja tahunan sekolah atau madrasah. Pembiayaan yang direncanakan baik penerimaan maupun penggunaannya selama satu tahun itulah yang dituangkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) atau Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Madrasah (RAPBM).
Dalam Depdiknas (1999) dijelaskan ada beberapa langkah dalam penyusunan RAPBS, yaitu:
1.      Mengiventaris program/kegiatan sekolah selama satu tahun mendatang;
2.      Menyusun program/kegiatan tersebut berdasarkan jenis kerja dan prioritas;
3.      Menghitung volume, harga satuan dan kebutuhan dana untuk setiap komponen kegiatan;
4.  Membuat kertas kerja dan lembaran kerja, menentukan sumber dana dan pembebanan anggaran serta menuangkannya ke dalam format buku RAPBS/RAPBM;
5.  Menghimpun data pendukung yang akurat untuk bahan acuan guna mempertahankan anggaran yang diajukan.
Anggaran baiaya sekolah terdiri dari dua hal yang satu sama lain saling berkaitan.
Pertama anggaran pemerintahan/ pendapatan, dan 
kedua anggaran pengeluaran yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang diselenggarakan sekolah. Anggaran penerimaan adalah pendapatan yang diperoleh setiap tahun oleh sekolah dari berbagai sumber resmi dan diterima secara teratur atau tidak. Sedangkan anggaran pengeluaran adalah jumlah uang yang dibelanjakan setiap tahun untuk kepentingan  pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran di sekolah.
Belanja sekolah sangatlah ditentukan oleh besarnya anggaran pendapatan atau penerimaaan sekolah yang diterima dari berbagai sumber, langsung atau tidak langsung. Pengeluaran sekolah tersebut dapat dikategorikan kepada bebearapa hal, yaitu:
1.      Pengeluaran untuk pelaksanaan pembelajaran;
2.      Pengeluaran untuk tatauasaha sekolah;
3.      Untuk pemeliharaan sarana dan prasarana (fasilitas) sekolah;
4.      Pengeluaran untuk kesejahteraan pegawai;
5.      Pengeluaran untukn administrasi;
FUNGSI ANGGARAN
Anggaran berfungsi sebagai:
a.  Alat perencanaan dan pengendalian
b.  Alat bantu bagi manajemen dalam menempatkan organisasi dalam posisi kuatatau lemah
c.  Tolak ukur keberhasilan organisasi dalam pencapaian tujuan
d.  Alat motivasi bagi pimpinan dan karyawan untuk bertindak efisien
PRINSIP PENYUSUNAN ANGGARAN
Dalam menyusun anggaran, ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi, antara lain;
a.  Ada pembagian wewenang dan tanggung jawab yang jelas dalam manajemen dan organisasi
b.  Ada sistem akuntansi yang memadai
c.  Ada analisis dan penelitian untuk menilai kinerja organisasi
d.  Ada dukungan dari pelaksana, mulai dari tingkat atas sampai tingkat bawah
Persoalan penting yang harus diperhatikan dalam menyusun anggaran suatu organisasi adalah bagaimana memanfaatkan dana secara efisien dan mengalokasikannnya secara tepat secara prioritas.
C. ALOKASI DANA
Perlu diperhatikan bahwa alokasi anggaran pendidikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah besarnya tidak sama. Hal ini didasarkan pada dua hal, yaitu:
1.  Kebutuhan biaya penyelenggaraan pendidikan di setiap daerah,
2.  Banyaknya jumlah sekolah, kelas siswa dan guru disetiap daerah.
Dengan mempertimbangkan kedua hal tersebut, maka pada umumnya daerah  perkotaan memperoleh anggaran lebih besar daripada daerah pendesaan, karena memiliki unit sekolah lebih banyak sehingga membutuhkan pembiayaan yang lebih besar.
Dalam menentukan anggaran permasalahan yang sering dihadapi oleh para penyusun anggaran adalah;
1.  Perubahan tingkat harga yang mengakibatkan berubahnya biaya-biaya operasional,
2.  Perubahan tujuan dan skala prioritas organisasi
D.  PENGAWASAN
Pengawasan dilakukan secara langsung oleh para pimpinan terhadap bidang yang menggunakan keuangan. Tetapi secara sruktural dan fungsional ada proses pengawasan yang bekerja untuk mengaudit penggunaan pembiayaan yang dikeluarkan.
Pemanfaatan anggaran tidak boleh dibiarkan begitu saja, karena itu diperlukan pengawasan anggaran sebagai upaya memperkuat akuntabilitas para pimpinan sekolah. Pengawasan anggaran bertujuan untuk mengukur, membandingkan dan menilai alokasi biaya dengan tingkat penggunaannya. Dengan kata lain, pengawasan anggaran dilakukan untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi alokasi. Secara umum proses pengawasan tersebut mencakup kegiatan memantau, menilai dan melaporkan hasil pengawasan kepada pemerintah, atau yayasan (swasta/masyarkat).
Dalam kebijakan umum pengawasan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Rakernas, 1999), sistem pengawasan harus berorientasi pada hal-hal berikut:
1.  Sistem pengawasan fungsional yang dimulai sejak perencanaan yang menyangkut aspek penilaian kehematan, efisiensi dan efektivitas yang mencakup seluruh aktivitas program di setiap bidang organisasi.
2.  Hasil temuan pengawasan harus ditindaklanjuti dengan koordinasi antara aparat pengawasan dengan aparat penegak hukum serta instansi terkait turut menyamakan perssepsi, mencari pemecahan bersama atas masalah yang dihadapi.
3. Kegiatan pengawasan hendaknya lebih diarahkan pada bidang-bidang yang strategis dan memperhatikan aspek manajemen.
4.  Akurat, artinya informasi tentang kinerja yang diawasi memiliki ketepatan data/informasi yang tinggi.
E.   PERTANGGUNGJAWABAN
Prinsip-prinsip Pertanggungjawaban Keuangan, meliputi:
1.  Diusahakan secara singkat dan dilaksanakan pada setiap akhir pekan.
2.  Periksa terlebih dahulu Buku Kas Umum dalam hubungannya dengan buku yang lain setiap akhir bulan.
3. Diperingatkan kepada bendaharawan mengenai: pengiriman SPJ (Surat Pertanggungjawaban) bulanan,
4. Diperiksa pengurusan barang inventaris dan penyimpanan dokumen pertinggalkeuangan sewaktu-waktu.
5. Diadakan pemeriksaan kas dengan menyusun Berita Acara Pemeriksaan Kas setiap akhir triwulan secara teratur.
6. Atasan langsung atau bendaharawan bertanggungjawab atas keuangan negara
7.  Dilaporkan dengan segera (paling lambat 1 minggu) jika terjadi kerugian yang diderita oleh negara karena penggelapan atau perbuatan lain, kepada Sekretaris Jendral Depdiknas c.i. Kepala Biro Keuangan dengan tembusan kepada Inspektur Jendral Depdiknas dan BPK.
Dalam menentukan pemeriksaan satuan kerja, perlu mengadakan penilaian yang mencakup:
1.  Terselenggaranya pengawasan atasan langsung yang menjamin pelaksanaan tugas secara efektif dan efisien.
2.  Ketaatan dan ketepantan terhadap ketentuan yang berlaku.
3.  Pencapaian dari recana dan program, baik target finansial, target fisik, maupun target fungsional.
4.  Faktor ketenangan personil yang melaksanaan kegiatan pemeriksaan.
Dalam organisasi pendidikan, baik anggaran rutin maupun pembangunan terdapat 9 kategori pembelanjaan, yaitu:
1.  Dana cadangan untuk keperluan khusus, seperti dana sosial, biaya menerima tamu, membayar utang.
2. Pembelian barang, gaji dan kesejahteraan personil.
3. Belanja untuk melaksanakan tugas, barang habis pakai pada waktu pengajaran.
4. Dana pengadaan media, berbagai macam layanan, komunikasi.
5. Biaya fasilitas air, lampu, sanitasi, anggaran, pertanian sekolah.
6. Biaya bimbingan konseling, dosen tamu, karya wisata.
7. Perbaikan dan pengembangan kurikulum.

Disusun Oleh :
Nur Faizah
Surimah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar