Selasa, 13 November 2012


MAKALAH KELOMPOK 1

MANAJEMEN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM


MANAJEMEN

A.    PENDAHULUAN

Dalam pandangan ajaran Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib, dan teratur. Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Mulai dari urusan terkecil seperti mengatur urusan rumah tangga sampai dengan urusan terbesar seperti mengatur urusan sebuah Negara, semua itu diperlukan pengaturan yang baik, tepat dan terarah dalam bingkai sebuah manajemen agar tujuan yang hendak dicapai bisa diraih dan bisa selesai secara efisien dan efektif.
Dalam makalah ini kami akan membahas beberapa hal, yaitu:
1. Pengertian dan pentingnya studi manajemen.
2. Fungsi-fungsi manajemen.
3. Sejarah (aliran-aliran) manajemen.
4. Manajemen dan islam
5.Mengapa perlu menejemen?
Kami akan coba membahas dalam makalah kali ini , sehingga kedepannya bisa lebih baik dan bermanfaat.

B.     PEMBAHASAN

Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur.
Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu. jadi manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diingini.
Mengapa manajemen itu penting ?
1. pekerjaan itu berat dan sulit untuk dikerjakan sendiri, sehingga diperlukan pembagian kerja, tugas dan tanggung jawab dalam penyelesaiannya.
2. perusahaan akan dapat berhasil baik, jika manajemen diterapkan dengan baik.
3. manajemen yang baik akan meningkatkan daya guna dan hasil guna semua potensi yang dimiliki.
4. manajemen yang baik akan mengurangi pemborosan – pemborosan

Manajemen pada dasarnya baru dapat diterapkan, jika :
1. ada tujuan bersama dan kepentingan yang sama yang akan dicapai
2. ada kerja sama diantara sekelompok orang dalam ikatan formal dan ikatan tata tertib yang baik
3. ada pembagian tugas , kerja, dan tanggung jawab yang teratur
4. ada hubungan yang formal dan ikatan kerja yang tertib
5. ada sekelompok orang dan pekerjaan yang akan dikerjakan
6. ada organisasi atau wadah untuk melakukan kerja sama
7. ada wewenang dan tanggungjawab dari setiap individu
8. ada pemimpin dan bawahan yang diatur
9. adanya komunikasi dan delegasi



Sistem – Sistem Manajemen
Dapat dibedakan atas :
• Manajemen Bapak diartikan bahwa setiap usaha dan aktivitas organisasi para bawahan selalu mengikuti jejak bapak atau atasan. Kebaikan dari manajemen ini adalah apabila pemimpin tetap pada proporsi yang benar, pekerjaan dapat dengan cepat dikerjakan sehingga tujuan tercapai dengan baik. Kelemahannya adalah apabila pemimpin tidak benar, perusahaan akan hacur karena bawahannya akan turut menyelewang. Kemudian organisasi terbatas, sebab hanya tergantung kepada kecakapan pemimpin, bawahan hanya merupakan robot saja.

• Manajemen Tertutup diartiakn bahwa pada manajemen ini pimpinan tidak meberitahukan atau menginformasika keadaan perusahaan kepada para bawahannya walaupun dalam batas-batas tertentu. Kebaikan dari manajemen ini keadaan dan kerahasiaan dari perusahaan akan terjamin, pengambilan keputusan cepat, kerna tidak melibatkan partisipasi bawahan dalam proses pengambilan keputusan. Kelemahannyaadalah para bawahan tidak mengetahui keadaan perusahaan apabila untung atau rugi, problem dan pemecahan masalah yang dihadapi perusahaan hanya dihadapi manajer saja, tidak mempersiapkan kader-kader pengganti di masa depan.

• Manajemen Terbuka dapat diterapkan dengan cara sebagai berikut : manajer banyak menginformasikan keadaan perusahaan kepada bawahannya, sehingga bawahan dalam batas-batas tertentu mengetahui keadaan perusahaan. Yang kedua seorang manajer sebelum mengambil keputusan, terlebih dahulu memberikan kesempatan kepada bawahannya unutk mengemukakan saran-saran dan pendapat nya. Sehingga manajer mengajak para bawahannya untuk ikut berpartisipasi dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Kebaikannya para bawahan akan terbina dan terlatih, sehinga memunculkan kader-kader untuk masa datang, menciptakan suasana kerja sama yang akan semakin baik, menimbulakan perasaan senasib dan seperjuangan, dan para bawahan mengetahui arah yang diambil perusahaan. Kelemahannya pengambilan keputusan lama, rahasia perusahaan tidak terjamin, kecakapan dan kewibawaan atasan akan diketahui para bawahan sehingga wibawanya berkurang.

• Manajemen Demokrasi, pelaksanaanya hampir sama dengan manajemen terbuka hanya pada manajemen demokrasi hanya dapat dilakasanakandalam suatu organisasi yang setiap anggotanya mempunyai hak suara yang sama, kemudian dalam manajemen demokrasi setiap anggota ikut menetapkan keputusan berdasarkan suara terbanyak.
Fungsi-funngsi Manajemen Dari Beberapa Pakar
Fungsi-fungsi manajemen berkembang terus menjadi melebihi empat buah (banyak).
Luther Gullick: Perencanaan; Pengorganisasian; Staf (Penyusunan pegawai); Pembinaan kerja; Pengkoordinasian; Pelaporan; Pengawasan; Anggaran.
George Terry: Perencanaan; Pengorganisasian; Penggerak (Actuating); Pengawasan.
James Stone: Perencanaan; Pengorganisasian; Pimpinan; Pengawasan.
Kootz dan Donnel: Perencanaan; Pengorganisasian; Staf (Penyusunan pegawai), Pembinaan kerja; Pengawasan.
Richard Griffin: Perencanaan; Pengorganisasian; Pimpinan; Pengawasan.
Earnest Dale: Perencanaan; Pengorganisasian; Staf (penyusunan pegawai) Presentasi; Pengawasan.
Hendry Foyal: Perencanaan; Pengorganisasian; Pimpinan; Pengawasan.
Lyndall Urwick: Peramalan; Perencanaan; Pengorganisasian; Pemberikomando; Pengkoordinasian; pelaporan; Pengawasan.
Fungsi-fungsi manajemen dari yang dikemukakan para pakar itu bila di rekapitulasi adalah sebagai berikut: Peramalan; Perencanaan; Pengorganisasian; Penggerak; Pimpinan; Pemberikomando; Staf (Penyusunan pegawai); Pembinaan kerja; Pengkoordinasian; Pelaporan; Presentasi; Pengawasan; Anggaran.

Uraian ringkas fungsi-fungsi manajemen
Berikut paparan mengenai fungsi-fungsi manajemen secara ringkas sebagai berikut:
Ø  Peramalan/Perkiraan (Forecasting)
Ø   Perencanaan (Planning)
Ø  Organisasi (Organizing)
Ø  Aktual (Actuating) Menggerakkan
Ø  Pimpinan (Leading)
Ø  Pengarahan (Directing/Commanding)
Ø  Motivasi (Motivating)
Ø  Inovasi (Inovation)
Ø  Koordinasi (Coordinating)
Ø  Kendali (Controlling)
Ø  Laporan (Reporting)
Ø  Staf (Staffing)

Fungsi Operasional Manajemen
Lingkaran Spiral
Aktifitas fungsi-fungsi manajemen menurut Islam, merupakan sesuatu yang berulang-ulang, menyerupai lingkaran (siklus) atau berbentuk seperti lingkaran ulir atau spiral maju kedepan yang selalu mengarah kepada perbaikan. Kejadian ini dijelaskan pada surat Alam Nasyrah [94] 5 sampai 7.

• Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (5). Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (6). Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain (7).
Berulang perkataan sesudah kesulitan itu ada kemudahan (ayat 5 dan 6). Ini berarti suatu siklus. Satu siklus dikerjakan dengan sungguh-sungguh, kemudian dikerjakan pula siklus kedua dengan sungguh-sungguh (ayat 7).
Pada surat ini jelas terlihat penting melakukan pekerjaan dengan berulang-ulang dan sungguh-sungguh, sehingga diperoleh hasil yang lebih baik dari pengalaman pekerjaan pertama begitulah seterusnya. Artinya untuk jenis produk yang sama tentu didapatkan kesulitan, kemudian dilakukan perbaikan dan dikerjakan dengan sungguh-sungguh diproleh hasil yang lebih baik begitulah seterusnya. Hasil perbaikan akan menghilangkan beban, memberikan kemudahan, kelapangan dan meningkatkan mutu produk karena pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh dari menyelesaikan kesulitan dari produk tersebut.
Perhatikan aktifitas fungsi-fungsi manajemen yang terkenal adalah POAK. Telihat merupakan sesuatu yang berulang-ulang, menyerupai lingkaran (siklus) yaitu POAK-evaluasi (perbaikan)-POAK-evaluasi (perbaikan)-POAK dan seterusnya maka terjadi berbentuk seperti lingkaran ulir atau spiral maju kedepan yang selalu mengarah kepada perbaikan.
• Kejadian ini bila diperhatikan mengikuti ayat-ayat Al Qur’an surat Alam Nasyrah [94] ayat 5 sampai 7 dilengkapi dengan langkah Dan hanya kepada Tuhan mulah hendaknya kamu berharap (8). Langkah ini tidak terdapat pada POAK.
Mudah-mudahan paparan diatas dapat menjadi masukan dalam menjalankan Usaha/Orgabisasi/bisnis.

Aliran Manajemen Klasik
Pemikiran ini berkembang selama Revolusi Industri tatkala bermunculan masalah-masalah yang berhubungan dengan sistem yang selama ini berlaku di pabrik. Manajer mengalami ketidakpastian dalam cara bagaimana melatih pekerja. Kesulitan ini muncul karena Revolusi Industri mendorong imigrasi penduduk antarnegara, utamanya dari wilayah yang non berbahasa Inggris ke negara-negara yang berbahasa Inggris. Manajer juga gagap dalam menangani ketidakpuasan pekerja yang cenderung meningkat. Lalu, mereka mulai menguji sejumlah solusi. Hasilnya, teori manajemen klasik terbentuk sebagai upaya menemukan cara terbaik untuk memanajemen dan mengerjakan pekerjaan. Aliran Manajemen Klasik (Classical School of Management) terdiri atas dua cabang: Aliran Saintifik Klasik dan Aliran Administrasi Klasik.

1. Aliran Saintifik Klasik (Classical Scientific School)
Aliran ini muncul akibat adanya kebutuhan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Penekanannya pada bagaimana menemukan cara terbaik untuk menyelesaikan pekerjaan yang dilakukan dengan cara menguji bagaimana sesungguhnya proses kerja dilakukan serta keahlian apa yang dibutuhkan oleh pekerja dalam proses kerja tersebut. Aliran ini banyak berhutang pada sejumlah pemikir dominan seperti Frederick Taylor, Henry Gantt, serta Frank dan Lillian Gilbreth.
Frederick Taylor. Ia kerap dijuluki “bapak manajemen saintifik.” Taylor percaya bahwa organisasi seharusnya mempelajari tugas-tugas yang dilakukan para anggotanya serta membangun prosedur-prosedur kerja yang baku. Contohnya, tahun 1898, Taylor menghitung berapa banyak besi dari pabrik di Bethlehem Steel dapat dipindahkan andaikata para pekerja menggunakan gerakan, alat, dan langkah-langkah yang benar. Hasilnya mencengangkan, yaitu seharusnya 47,5 ton sehari ketimbang 12,5 ton seperti yang selama ini berlaku.
Sebagai tambahan, dengan mendesain ulang sekop yang pekerja gunakan, Taylor mampu meningkatkan lama waktu kerja dari satu pekerja sehingga mengurangi jumlah penyekop dari 500 menjadi 140 orang. Akhirnya, ia membangun sistem insentif yang membayar uang lebih kepada pekerja yang mampu beradaptasi dengan metode baru. Produktivitas Bethlehem Steel meroket. Hasilnya, banyak teoretisi mengikuti filosofi Taylor tatkala mereka membangun prinsip-prinsip manajemen di perusahaan masing-masing.
Henry Gantt. Ia adalah kolega Taylor. Gantt membuat skema yang dikenal dengan Skema Gantt. Skema Gantt adalah sebuah grafik yang memuat matriks perbandingan antara rencana kerja dengan pekerjaan yang terselesaikan selama proses produksi. Dengan lebih menitikberatkan pada waktu ketimbang kuantitas, isi, ataupun berat, display visual ini secara luas dipergunakan sebagai alat perencanaan dan kontrol sejak ia diciptakan Gantt tahun 1910.
Frank dan Lillian Gilbreth. Sepasang suami istri ini merupakan satu tim. Mereka mempelajari gerakan-gerakan pekerja saat melakukan pekerjaan. Karir awal Frank selaku pemasang bata, membuatnya tertarik dan mempelajari metode dan standardisasi kerja pemasangan bata. Ia memperhatikan pemasangan bata dan memperhatikan adanya sejumlah pekerja yang bekerja lambat dan tidak efisien, sementara lainnya produktif. Dari pengamatan ia menyimpulkan bahwa setiap pemasang bata menggunakan gerakan-gerakan yang berbeda tatkala memasang bata.
Dari observasi tersebut, Frank menandai gerakan dasar yang penting untuk melakukan pekerjaan serta membuang gerakan yang tidak perlu. Pekerja yang menggunakan metode baru Frank ternyata mampu meningkatkan hasil pekerjaan pemasangan, dari 1000 menjadi 2700 pemasangan bata per hari. Ini merupakan studi gerakan pertama yang didesain untuk mempertahankan cara terbaik dalam bekerja. Kemudian, Frank dan Lillian Gilbreth mempelajari gerakan kerja menggunakan kamera perekam dan jam. Tatkala suaminya wafat di usia 56, Lillian meneruskan pekerjaan mereka.
Hal yang dipetik dari studi suami isteri ini adalah gagasan dasar seputar manajemen saintifik, yang terdiri atas:
• Membangun standar-standar baru sehubungan dengan cara-cara melakukan pekerjaan;
• Memilih, melatih, dan mengembangkan pekerja adalah lebih baik ketimbang membiarkan mereka memilih sendiri pekerjaan dan bagaimana melakukannya.
• Membangun semangat kerjasama antara pekerja dan manajemen guna memastikan bahwa pekerjaan telah dilakukan sesuai prosedur.
• Pembagian kerja yang jelas antara pekerja dan manajemen di hampir seluruh lini.

2. Aliran Administrasi Klasik (Classical Administrative School)
Tatkala Aliran Saintifik Klasik fokus pada produktivitas individual (pekerja), Aliran Administrasi Klasik berkonsentrasi pada organisasi secara keseluruhan. Penekanannya lebih pada bagaimana menciptakan prinsip-prinsip manajerial ketimbang cara-cara kerja yang baru. Kontributor pemikiran ini adalah Max Weber, Henri Fayol, Mary Parker Follett, dan Chester Irving Barnard. Teoretisi-teoretisi tersebut mempelajari arus informasi di dalam organisasi dan menekankan pentingnya memahami bagaimana sesungguhnya organisasi – sebagai keseluruhan– beroperasi.
Max Weber. Akhir 1800-an, Max Weber menyatakan ketidaksukaannya atas kenyataan banyaknya organisasi-organisasi di Eropa yang dimanajemen ala keluarga pribadi, termasuk Dinasti Hohenzollern di Jerman. Dalam organisasi-organisasi tersebut, para pekerja hanya setia kepada supervisor kelompok masing-masing ketimbang organisasi sebagai suatu keseluruhan. Untuk itu, Weber yakin bahwa organisasi seharusnya dimanajemen secara impersonal dan harus punya struktur organisasi yang bersifat formal.
Weber juga menekankan pentingnya kepatuhan atas aturan-aturan tertulis dalam organisasi. Weber menolak untuk menyerahkan otoritas kepada satu personalitas (individu). Baginya, otoritas seharusnya merupakan sesuatu yang berbaur dengan pekerjaan seseorang bukan kepada pribadi. Otoritas pun harus dapat secara mudah dipindahkan dari orang yang satu ke orang lainnya. Organisasi yang non personal dan berbentuk obyektif ini disebut birokrasi.
Weber yakin bahwa seluruh birokrasi punya karakteristik berikut:
• Hirarki yang Disusun Baik. Seluruh posisi dalam birokrasi dibagi dengan cara yang memungkinkan posisi yang lebih tinggi mengawasi dan mengendalikan posisi yang lebih rendah. Rantai komando tegas ini memungkinkan kontrol manajerial atas organisasi secara keseluruhan.
• Pembagian Kerja dan Spesialisasi. Seluruh pertanggungan jawab dalam organisasi dirinci sehingga setiap pekerja punya kebebasan melakukan tugas-tugas tertentu karena jelas aturannya.
• Aturan dan Perundangan. Prosedur operasi standar harus mengatur seluruh kegiatan organisasi untuk menyediakan kepastian dan menjamin terlaksananya koordinasi.
• Hubungan Impersonal Manajer dan Pekerja. Manajer harus memelihara hubungan impersonal dengan pekerja sehingga favoritisme dan penilaian subyektif tidak mempengaruhi pembuatan keputusan.
• Kompetensi. Kompetensi, bukan siapa yang anda kenal, harus menjadi dasar seluruh keputusan dalam kontrak kerja, penempatan, dan promosi dalam rangka meningkatkan kemampuan kerja dan merit system selaku karakteristik utama dalam organisasi birokrasi.
• Dokumentasi. Birokrasi perlu memelihara dokumen mereka secara lengkap atas segala aktivitasnya agar ketika masalah muncul, preseden mudah ditemukan.

Henri Fayol. Insinyur pertambangan Perancis ini merinci 14 prinsip manajemen seperti telah dimuat dalam tulisan sebelumnya. Prinsip-prinsip ini memungkinkan manajemen modern saat ini memperoleh pedoman seputar bagaimana supervisor mengorganisir departemennya dan memanajemen stafnya secara seharusnya. Kendati riset di masa kemudian menolak beberapa di antara gagasannya, umumnya prinsip-prinsip Fayol masih digunakan secara luas dalam teori-teori manajemen.
Mary Parker Follett. Ia menekankan pentingnya menetapkan tujuan bersama bagi para pekerja di dalam organisasi. Follett punya pendapat berbeda dengan teoretisi lainnya yang cenderung memandang kegiatan manajemen secara mekanik. Follett merupakan pionir dalam pembicaraan mengenai etika, kuasa, dan kepemimpinan dalam dunia manajemen. Ia mendorong manajer agar mengizinkan pekerja berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan. Follett menekankan pentingnya faktor manusia ketimbang teknik-teknik pekerjaan. Hasilnya, ia menjadi pionir pemihakan atas pekerja dan kerap dianggap sepele oleh sarjana manajemen di masanya. Namun, waktu berubah, dan gagasan inovatif dari masa lalu tiba-tiba dimaknai secara baru. Banyak yang para manajer lakukan sekarang didasarkan pada dasar-dasar yang telah Follett bangun 70 tahun silam.
Chester Irving Barnard. Barnard adalah presiden New Jersey Bell Telephone Company. Ia memperkenalkan gagasan “organisasi informal.” Organisasi informal adalah klik (kelompok di dalam organisasi, bersifat eksklusif) yang secara alami terbentuk di dalam organisasi. Ia menganggap organisasi informal ini punya peran besar dalam fungsi komunikasi dalam organisasi. Mereka sesungguhnya dapat membantu organisasi mencapai tujuan.
Secara khusus, Barnard merasakan pentingnya manajer membangun semangat tujuan bersama di mana kehendak bekerjasama dapat didorong secara maksimal. Barnard dianggap pembangun  teori “manajemen dengan persetujuan,” yang menekankan manajer hanya memiliki kewenangan yang legitimate untuk bertindak tatkala pekerja telah menyetujui kewenganangan tersebut. Bagi Barnard, 4 faktor berikut mempengaruhi keinginan pekerja untuk menerima otoritas:
1.   Pekerja telah memahami proses komunikasi di dalam organisasi;
2. Pekerja menyetujui bahwa komunikasi yang dikembangkan konsisten dengan tujuan organisasi;
3. Pekerja merasakan bahwa tindakan mereka konsisten dengan kebutuhan dan keinginan para pekerja lainnya; dan
4. Pekerja merasa bahwa mereka secara mental dan fisik mampu melaksanakan perintah.

Simpati Barnard bagi pemahaman atas kebutuhan pekerja menempatkan dirinya selaku jembatan penghubung antara aliran manajemen klasik dengan teori manajemen perilaku.
Teori Manajemen Perilaku (Behavioral Management Theory)
Penekanan pemikiran manajemen pasca aliran klasik ada di seputar interaksi dan motivasi individu di dalam organisasi. Prinsip-prinsip manajemen selama periode klasik kurang mampu menyesuaikan diri dengan aneka situasi berbeda yang berkembang di sekeliling organisasi. Aliran tersebut juga dianggap kurang mampu menjelaskan munculnya perilaku pekerja yang beragam dalam menjalankan pekerjaan. Singkatnya, aliran klasik dianggap telah mengabaikan motivasi dan perilaku tumbuh di dalam diri pekerja. Hasilnya, muncul aliran perilaku (behavioral).
Teori manajemen behavioral kerap disebut gerakan hubungan manusia akibat ia menekankan pentingnya dimensi manusia dalam pekerjaan. Teoretisi behavioral yakin bahwa pemahaman yang lebih baik atas perilaku manusia saat mereka bekerja, seperti motivasi, konflik, harapan, dan dinamika kelompok, akan meningkatkan produktivitas organisasi.
Elton Mayo. Kontribusi Mayo berawal dari Hawthorne Studies. Mayo dan rekannya F. J. Roethlisberger menyimpulkan bahwa peningkatan produksi merupakan hasil pengawasan supervisor ketimbang perubahan pencahayaan ruangan atau fasilitas-fasilitas lain yang bersifat fisik bagi pekerja. Supervisor yang mampu memahami apa yang sesungguhnya diinginkan pekerja, diyakini akan mampu meningkatkan motivasi dan produktivitas mereka. Kesimpulan pokok dari Hawthorne Studies adalah, hubungan antarmanusia dan kebutuhan sosial pekerja adalah aspek kunci bagi manajemen. Konsep motivasi dalam diri manusia ini mendorong munculnya teori dan praktek manajemen yang revolusioner.
Abraham Maslow. Seorang psikolog, membangun apa yang kemudian dikenal sebagai Teori Kebutuhan. Teori kebutuhan adalah teori motivasi kerja yang didasarkan pada kebutuhan umum manusia. Teori Maslow punya 3 asumsi:
1. Kebutuhan manusia tidak akan pernah terpuaskan;
2. Perilaku manusia punya tujuan dan dimotivasi oleh kebutuhan untuk merasakan kepuasan; dan
3. Kebutuhan dapat diklasifikasi menurut struktur hirarki dari yang terpenting, yaitu dari bawah (dasar) hingga yang lebih kemudian.
Aliran Manajemen Kuantitatif
Selama Perang Dunia II, matematikawan, fisikawan, serta ilmuwan ilmu-ilmu pasti lainnya menggabungkan diri ke dalam bidang kemiliteran untuk melawan aliansi Jerman, Jepang, dan Italia. Aliran manajemen kuantitatif adalah hasil dari riset manajemen yang diadakan selama Perang Dunia II tersebut. Pendekatan kuantitatif atas manajemen melibatkan penggunaan teknik-teknik kuantitatif-matematika seperti statistik, model informasi, dan simulasi komputer untuk memprediksi proses pembuatan keputusan. Aliran ini punya beberapa cabang.

1. Manajemen Sains
Aliran manajemen sains muncul menyikapi masalah yang berhubungan dengan perang global. Kini, pandangan Manajemen Sains mendorong manajer menggunakan matematika, statistik, dan teknik kuantitatif lainnya untuk membuat keputusan. Manajer dapat menggunakan model komputer untuk menggambarkan cara terbaik, misalnya menghemat uang dan waktu, dalam suatu proses produksi. Manajer menggunakan sejumlah aplikasi sains berikut:
• Matematika terapan membantu membuat proyeksi hal-hal penting dalam proses perencanaan.
• Model inventory mengendalikan inventaris dan pengorderan barang secara matematis.
• Selain Manajemen Sains, juga terdapat Manajemen Operasi.

2. Manajemen Operasi
Manajemen operasi adalah cabang kecil dari pendekatan kuantitatif dalam manajemen. Fokusnya pada bagaimana memanajemen proses pengubahan material, tenaga kerja, dan modal menjadi output (jasa dan barang) yang punya manfaat dan nilai jual. Manajemen operasi fokus pada pencarian metode paling efektif yang digunakan oleh organisasi untuk memproduksi manufaktur ataupun jasa. Sumber daya input atau faktor produksi, termasuk ragam bahan mentah, teknologi, modal informasi, dan orang yang dibutuhkan guna menciptakan produk akhir, didayagunakan secara lebih efektif untuk meningkatkan produktivitas.
Manajemen operasi saat ini memberi perhatian khusus pada tuntutan kualitas, layanan pelanggan, dan persaingan. Proses diawali dengan perhatian pada kebutuhan konsumen: Apa yang sesungguhnya konsumen inginkan? Di mana mereka menginginkannya? Kapan mereka menginginkannya? Berdasar jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, manajer baru mengerahkan sumber daya dan mengambil tindakan untuk memenuhi harapan pelanggan.

3. Sistem Informasi Manajemen
Sistem Informasi Manajemen (SIM) adalah salah satu bidang aliran kuantitatif. SIM mengorganisir masa lalu, masa kini, dan melakukan proyeksi data, baik dari sumber internal maupun eksternal, untuk diolah menjadi informasi yang bermanfaat. Informasi tersebut tersedia bagi para manajer di aneka level. SIM juga memungkinkan pengorganisasian data ke dalam format yang bermanfaat dan mudah diakses. Hasilnya, manajer dapat mengenali pilihan-pilihan keputusan secara cepat, mengevaluasi alternatif menggunakan program pengolah angka, simulasi jika-begini-maka-begitu, dan akhirnya, memilih alternatif terbaik berdasar jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.

Aliran Manajemen Kontijensi (Situasional)
Aliran manajemen kontijensi dapat dirangkum sebagai pendekatan semua tergantung pada. Tesisnya, suatu tindakan manajemen yang akan diterapkan serta pendekatan yang digunakan dalam tindakan tersebut sepenuhnya bergantung pada situasi. Sebab itu, manajemen kontijensi juga disebut aliran manajemen situasional. Aliran ini muncul sebagai hasil riset tahun 1960-an dan 1970-an dan sekaligus merupakan reaksi penolakan atas aliran saintifik. Riset-riset tersebut fokus pada faktor-faktor situasional yang mempengaruhi struktur dan gaya kepemimpinan organisasi di aneka situasi berbeda. [2]
Bagi aliran kontijensi, perubahan lingkungan, ketidakmenentuan zaman, perubahan teknologi kerja, dan peningkatan/penurnan ukuran perusahaan, merupakan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi efektivitas manajerial di aneka bentuk organisasi. Menurut aliran ini, kondisi-kondisi yang merupakan asumsi dasar aliran saintifik seperti lingkungan yang stabil, sentralisasi, standardisasi, dan spesialisasi guna mencapai efisiensi dan konsistensi, telah usai. Era stabilitas, kepastian, prediktabilitas, yang memungkinkan diterapkannya kebijakan, aturan, dan prosedur-prosedur tetap seperti diasumsikan oleh Aliran Saintifik kini sudah tidak ada lagi. Aliran kontijensi mengasumsikan lingkungan yang mengelilingi kehidupan organisasi penuh dengan ketidakpastian.
Aliran kontijensi yang berkembang di lingkungan tak stabil menghendaki desentralisasi untuk menjamin terwujudnya fleksibilitas dan adaptabilitas organisasi. Ketidakmenentuan dan ketidakterukuran membutuhkan metode penyelesaian masalah yang sifatnya non rutin, atau situasional.
Aliran kontijensi diwakili oleh Paul Lawrence and Jay Lorsch dalam karyanya Organizations and Environment: Managing Differentiation and Integration yang terbit tahun 1967. Dalam karya tersebut, Lawrence and Lorsch berpendapat bahwa unit-unit organisasi yang bergerak dalam lingkungan berbeda cenderung mengembangkan karakteristik unit yang juga berbeda. Semakin besar perbedaan internal di antara mereka, semakin besar pula kebutuhan koordinasi antar unit tersebut.
Joan Woodward dalam karyanya Industrial Organization: Theory and Practice yang terbit tahun 1965 juga menemukan fakta organisasi manufaktur yang sukses secara finansial serta menggunakan aneka jenis teknologi kerja ternyata memiliki perbedaan sehubungan dengan jumlah tingkatan manajemen, perluasan manajemen, dan derajat spesialisasi para pekerjanya. Ia menghubungkan perbedaan dalam organisasi untuk mengembangkan performa kerja dan berpendapat bahwa bentuk-bentuk organisasi tertentu hanya cocok bagi tipe teknologi kerja tertentu.

Aliran Manajemen Kualitas (Quality School of Management)
Aliran Manajemen Kualitas adalah konsep menyeluruh seputar leading dan operating suatu organisasi. Ia dimaksudkan untuk meningkatkan performa kerja organisasi secara terus-menerus dengan fokus pada customer seraya sensitif terhadap kepentingan para stake holder. Dengan kata lain, Manajemen Kualitas fokus pada bagaimana cara mengorganisasi secara total untuk menciptakan pelayanan terbaik pada pelanggan.
Perbedaan Manajemen Kualitas dengan aliran-aliran sebelumnya terdapat dalam masalah sikap manajemen terhadap produk dan pekerja. Aliran sebelumnya fokus pada volume produksi dan biaya produksi. Kualitas dikendalikan menggunakan metode pindai (pemeriksaan hasil produksi), masalah diselesaikan hanya oleh pihak manajemen, dan peran manajemen didefinisikan hanya sebagai planning (perencanaan), menentukan pekerjaan, dan pengendalian produksi. Manajemen Kualitas berbeda. Ia fokus pada pelanggan dan bagaimana memenuhi kebutuhan mereka.
Manajemen Kualitas diarahkan lewat serangkaian tindakan pencegahan, misalnya memastikan kualitas terjadim dalam tiap-tiap tahapan pekerjaan. Jika muncul masalah, maka ia diselesaikan oleh suatu tim. Setiap orang harus bertanggung jawab atas kualitas produk. Peran manajemen adalah mendelegasikan, melatih, memfasilitasi, dan membimbing pekerja. Prinsip utama Manajemen Kualitas adalah : kualitas, kerja tim, dan manajemen yang proaktif demi proses peningkatan kinerja yang menjamin kepuasan pelanggan.
W. Edward Deming. Tokoh Manajemen Kualitas ini menerbitkan pemikiran dalam karyanya Out of the Crisis. Karya tersebut terbit tahun 1986. Ia seorang Amerika Serikat yang bekerja sama dengan Walter A. Shewhard di Bell Telephone Company. Rekannya itu, Shewhart, seorang ahli statistik yang berpendapat bahwa kendali produksi dapat dimanajemen secara lebih baik dengan menggunakan metode statistik. Shewhart lalu menyusun bagan statistik untuk mengendalikan variabel-variabel dalam proses produksi.
Berdasarkan karya Shewhart itulah Deming mengembangkan proses kerja yang menggunakan teknik-teknik statistik yang diyakini mampu memberi peringatan awal seputar kapan seorang manajer harus mengintervensi sebuah proses produksi. Deming lalu dikirim ke Jepang untuk memulihkan pabrik-pabrik manufaktur Jepang yang hancur karena perang. Di sana Deming memperkenalkan metode statistical process control kepada kalangan bisnis dan insinyur Jepang. Konsep Deming kemudian meluas dan menjadi standard dalam penjaminan kualitas atas seluruh proses produksi.
Lebih lanjut, Deming kemudian mengembangkan konsep reaksi berantai. Reaksi ini muncul tatkala kualitas meningkat, biaya turun, dan produktivitas meningkat. Kondisi ini akan mendorong upaya perluasan lapangan kerja, perluasan pasar, dan kebertahanan hidup yang lebih lama bagi perusahaan. Ia menekankan pentingnya kebanggaan dan kepuasan pekerja seraya menekankan bahwa tanggung jawab manajer-lah untuk meningkatkan proses pekerjaan, bukan pekerja.
Deming juga memperkenalkan Lingkaran Kualitas, yang didasarkan pada pentingnya pertemuan-pertemuan rutin dan periodik dari para pekerja yang diklasifikasi ke dalam kelompok-kelompok untuk melakukan pembahasan seputar kualitas produk secara menyeluruh. Poin-poin Manajemen Kualitas yang Deming tawarkan dapat diringkas sebagai berikut:
·         Susun rencana; publikasikan maksud dan tujuan organisasi;
·         Pelajari dan adopsi filosofi kualitas yang baru;
·         Pahami tujuan dari inspeksi; hentikan kebergantungan pada inspeksi;
·         Hentikan pandangan tinggi atas bisnis semata-mata pada harga;
·         Tingkatkan kinerja sistem secara terus-menerus;
·         Lembagakan pelatihan;
·         Latih dan lembagakan kepemimpinan;
·         Buang rasa takut, ciptakan kepercayaan, dan bentuk iklim inovasi;
·         Tingkatkan upaya dari tim, kelompok, dan staf;
·         Hentikan pemaksaan dan pentargetan pada para pekerja; ciptakan metode prestasi;
·         Hentikan kuota angka bagi para pekerja;
·         Buang hambatan yang merampok kebanggaan diri pekerja atas pekerjaannya;
·         Dorong pendidikan dan peningkatan diri untuk setiap orang; dan
·         Bertindak secara transformatif, buat itu sebagai pekerjaan setiap orang.

Pengertian Manajemen Pendidikan Islam
Dari segi bahasa manajemen berasal dari bahasa Inggris yang merupakan terjemahan langsung dari kata management yang berarti pengelolaan, ketata laksanaan, atau tata pimpinan. Sementara dalam kamus Inggris Indonesia karangan John M. Echols dan Hasan Shadily (1995 : 372) management berasal dari akar kata to manage yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola, dan memperlakukan.
“Ramayulis menyatakan bahwa pengertian yang sama dengan hakikat manajemen adalah al-tadbir (pengaturan)” [2]. Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur) yang banyak terdapat dalam Al Qur’an seperti firman Allah SWT :

يُدَبِّرُ اْلأَمْرَ مِنَ السَّمَآءِ إِلَى اْلأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةِ مِّمَّا تَعُدُّون

Artinya :   “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu” (Al Sajdah : 05).

Dari isi kandungan ayat di atas dapatlah diketahui bahwa Allah swt adalah pengatur alam (manager). Keteraturan alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah swt dalam mengelola alam ini. Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT telah dijadikan sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini. “Sementara manajemen menurut istilah adalah proses mengkordinasikan aktifitas-aktifitas kerja sehingga dapat selesai secara efesien dan efektif dengan dan melalui orang lain” [3].
“Sedangkan Sondang P Siagian (1980 : 5) mengartikan manajemen sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka mencapai tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain” [4].
Bila kita perhatikan dari kedua pengertian manajemen di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa manajemen merupakan sebuah proses pemanfaatan semua sumber daya melalui bantuan orang lain dan bekerjasama dengannya, agar tujuan bersama bisa dicapai secara efektif, efesien, dan produktif. Sedangkan Pendidikan Islam merupakan proses transinternalisasi nilai-nilai Islam kepada peserta didik sebagai bekal untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat.

B. Model Manajemen Yang Tepat Untuk Mengembangkan Pendidikan Islam
Dari perspektif sejarah, lembaga-lembaga pendidikan Islam khususnya madrasah dan pesantren itu tumbuh dari bawah, dari gagasan tokoh-tokoh agama setempat. Diawali dari pengajian yang lantas mendirikan mushalla/masjid, madrasah diniyah, dan kemudian mendirikan pesantren atau madrasah. Sebagian besar tumbuh dan berkembang dari kecil dan kondisinya serba terbatas. Selanjutnya ada yang tubuh dan berkembang dengan pesat atau mengalami continuous quality improvement, ada juga yang stagnant (jalan di tempat) dan ada pula yag mati. Bagi yang terus berkembang hingga mampu mendirikan lembaga-lembaga pendidikan umum dan perguruan tinggi, didukung oleh usaha-usaha lain yang bersifat profit seperti pertanian, perdagangan, percetakan, industri jasa dan lain sebagainya.
Sejak dekade 90-an, kesadaran umat untuk meningkatkan mutu lembaga pendidikan Islam mulai bangkit dimana-mana dan beberapa di antaranya telah mampu menjadi sekolah unggul atau sekolah yang efektif (effective school)” [5].Yang menjadi persoalan adalah model manajemen yang bagaimana yang tepat bagi pendidikan Islam yang memiliki karakteristik tersebut?

1. Manajemen yang Bernuansa Entrepreneurship.
Sebagaimana dikemukakan di muka bahwa sebagian besar pendidikan Islam tumbuh dan berkembang dari bawah dan dari kecil. Manajemen yang tepat adalah manajemen yang dapat memberikan nilai tambah. Manajemen yang dapat memberi nilai tambah adalah manajemen yang bernuansa entrepreneurship. Rhenald Kasali dalam “Paulus Winarto menegaskan bahwa seorang entrepreneur adalah seorang yang menyukai perubahan, melakukan berbagai temuan yang membedakan dirinya dengan orang lain” [6], menciptakan nilai tambah, memberikan manfaat bagi dirinya dan orang lain, karyanya dibangun berkelanjutan (bukan ledakan sesaat) dan dilembagakan agar kelak dapat bekerja dengan efektif di tangan orang lain. Seorang manajer yang sekaligus sebagai seorang entrepreneur memiliki karakter sebagai berikut: memiliki keberanian mengambil resiko, menyukai tantangan, punya daya tahan yang tinggi punya visi jauh ke depan dan selalu berusaha memberikan yang terbaik.
Menjadi seorang entrepreneur diperlukan integritas yang kokoh, memiliki etos kerja yang tinggi dan kesanggupan untuk menghadapi tantangan, hambatan dan bahkan ancaman. Seorang entrepreneur adalah orang yang berani mengambil keputusan “keluar dari zona nyaman dan masuk ke dalam zona ketidakpastian (penuh resiko)”. Manajer yang biasa (konvensional) sebenarnya adalah orang yang paling membutuhkan keamanan dan status quo, dan sebaliknya takut pada perubahan. Hal ini wajar karena ia sedang berada di puncak piramida dalam struktur organisasi dengan segala fasilitas, kedudukan dan kehormatan yang melekat padanya.
Seorang entrepreneur pada dasarnya adalah seorang pembaharu (innovator) karena melakukan sesuatu yang baru, dianggap baru atau berbeda dari kondisi sebelumnya. Apa yang dilakukan itu membawa perubahan ke arah yang lebih baik dan memberi nilai tambah bagi diri maupun orang lain. Dalam upaya untuk menciptakan nilai tambah seorang entrepreneur sangat mengutamakan kekuatan brand, yaitu citra atau merek yang kuat atas apa yang dilakukannya. Dengan brand yang baik jelas akan memberikan value yang tinggi. Brand image bagi sebuah lembaga pendidikan merupakan aset yang paling berharga yang mampu menciptakan valuebagi stakeholder dengan meningkatkan kepuasan dan menghargai kualitas dan akhirnya melahirkan kepercayaan. Seorang manajer yang sekaligus entrepreneur bukan sekedar bisa membangun brand belaka, namun juga memanfaatkan kekuatan brand untuk melipatgandakan akselerasi sebuah perubahan.
Pesan Kyai Dahlan (KH. Ahmad Dahlan) agar meng”hidup-hidupi Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah” dapat ditafsirkan dalam konteks semangat entrepreneurship. Artinya setiap orang yang bekerja di lembaga amal usaha Muhammadiyah harus mampu memberikan nilai tambah bagi perkembangan lembaganya. Dengan cara inilah akan terjadi penumpukan capital (capital development) sehingga amal usaha Muhammadiyah dapat terus tumbuh dan berkembang.

2. Management based society
Yaitu manajemen yang dapat menjaga hubungan baik dengan masyarakat sekitar. “Data EMIS Departemen agama menunjukkan 90% madrasah berstatus swasta dan 100 % pesantren adalah swasta” [7].Ini berarti bahwa lembaga pendidikan Islam adalah lembaga milik masyarakat, atau bisa dikatakan “dari, oleh dan untuk masyarakat”. Manajemen pendidikan Islam yang tepat adalah manajemen yang dapat mendekatkan pendidikan Islam dengan masyarakat, diterima, dimiliki dan dibanggakan oleh masyarakat, dan dapat mendayagunakan potensi-potensi yang dimiliki masyarakatnya. Konsep Manajemen berbasis sekolah (Management Based School) dan pendidikan berbasis masyarakat (Society Based Education) dalam konteks otonomi daerah, lahir karena dilandasi oleh kesadaran bahwa masyarakat punya peran dan tanggung jawab terhadap lembaga pendidikan di daerahya disamping sekolah dan pemerintah.
Bagi lembaga pendidikan Islam yang memang “dari, oleh dan untuk masyarakat”, maka mengembalikan pendidikan Islam kepada masyarakat merupakan sebuah keniscayaan apabila pendidikan Islam ingin mengambil dan mendayagunakan kekuatannya. Dengan kata lain, masyarakat adalah kekuatan utama pendidikan Islam. Mencabut pendidikan Islam dari grass root nya (masyarakat) justru akan memperlemah pendidikan Islam itu sendiri. Pondok pesantren yang mampu menjaga hubungan baiknya dengan basis sosialnya terbukti dapat terus berkembang, dan sebaliknya akan mengalami surut ketika ditinggalkan oleh masyarakatnya.
Lembaga-lembaga pendidikan di Negara-negara maju terutama yang berstatus privat pada umumnya terdapat lembaga semacam Dewan Sekolah, Majlis Madrasah, Dewan Penyantun, Majlis Wali Amanah dan lain sebagainya yang antara lain bertugas memperhatikan hubungan, kedekatan dan aspirasi masyarakat serta siap mendayagunakan potensi masyarakat dan memberikan layanan pengabdian (langsung maupun tidak langsung) kepada masyarakat. Di Stanford University misalnya ada The Board of Trustees yang berwenang mengelola dana hibah dan hadiah (grand), sumbangan (endowment) dan lain sebagainya yang dihimpun dari dana masyarakat untuk pengembangan Stanford University.
Di Negara-negara persemakmuran seperti di University of London United Kingdom dan McGill University Canada misalnya terdapat lembaga yang namanya Board of Governor. Anggota lembaga ini sebagian besar dari luar universitas yang pada umumnya memiliki tugas dan peran sebagaimana The Board of Trustees pada Stanford University. McGill University misalnya, lembaga ini dapat berkembang karena semangat amal dari masyarakatnya. Diawali dari hibah James McGill yang menghibahkan sebagian kekayaannya berupa uang 10.000 pound sterling dan tanah 40 hektar beserta real estat yang ada di dalamnya, lembaga ini didirikan dan berkembang dengan terus menggali dana dari masyarakat sampai sekarang. Di McGill, semangat beramal itu tidak hanya dalam pengertian materi terutama dari para dermawan dan hartawan, tetapi juga perbuatan. Dosen, karyawan dan pimpinan McGill rela bekerja keras karena dilandasi oleh semangat amal, semangat beribadah.
Semangat beramal untuk membangun lembaga pendidikan dalam tradisi iman umat Islam sebenarnya bukan sesuatu yang baru, bahkan umat Islam pernah menjadi pelopor (avant-garde) dalam komitmennya mengembangkan lembaga pendidikan melalui semangat amal. Yang menjadi persoalan sekarang adalah, bagaimana membangkitkan kembali semangat beramal ini dalam mengembangkan pendidikan Islam? Pertama, adanya lembaga semacam Board of Trustees atau semacam Majlis Wali Amanah yang anggotanya dari wakil masyarakat yang memiliki integritas dan komitmen yang tinggi terhadap pendidikan Islam. Kedua, perlu dibangkitkan kembali semangat juang (jihad), etos kerja semua komponen stake holder internal sebagai wujud amal (perbuatan) nyata. Ketiga, perlu diterapkan manajemen mutu terpadu (total quality management) dalam penyelenggaraan pendidikan Islam.

3. Management Based Mosque atau Manajemen Berbasis Masjid.
Sebagaimana dikemukakan di muka, embrio pendidikan Islam adalah Masjid. Manajemen pendidikan Islam yang berbasis masjid adalah manajemen yang dijiwai oleh nilai dan semangat spiritual, semangat berjamaah, semangat ihlas lillahi ta’ala (ihlas karena Allah) dan semangat memberi yang hanya berharap pada ridlo Allah. Proses pembelajaran yang integratif dengan masjid memberikan nuansa religius yang kental dalam penanaman nilai-nilai religius maupun praktek langsung pengalaman beragama. Dimulai dari pembiasaan shalat dluha, shalat dluhur berjamaah dan shalat Ashar berjamaah bagi yang full day school

C.     PENUTUP

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diingini. Manajemen berfungsi agar mempermudah pekerjaan, menjadikan organisasi atau lembaga menjadi lebih baik, meningkatkan daya guna dan menghemat biaya. Ada beberapa jenis aliran manejement seperti
1. Aliran Manajemen Klasik
2. Aliran Manajemen Kuantitatif
3. Aliran Manajemen Kontijensi (Situasional)
4. Aliran Manajemen Kualitas (Quality School of Management)

Manajemen dalam Islam
1. Manajemen yang Bernuansa Entrepreneurship.
2. Management based society
3. Management Based Mosque atau Manajemen Berbasis Masjid.
Makalah sederhana ini semoga bermanfaat. Terima Kasih.







DAFTAR PUSTAKA

Syafaruddin (2005). Manajemen lembaga pendidikan Islam.Ciputat. Penerbit Ciputat press.
http://lizenhs.wordpress.com/2011/06/23/fungsi-fungsi-manajemen/ Diakses pada tanggal 22 September 2012
http://kependidikanislamuniva.blogspot.com/2012/03/model-manajemen-dalam-islam.html Diakses pada tanggal 22 September 2012
http://setabasri01.blogspot.com/2010/12/perkembangan-pemikiran-manajemen.html
Diakses pada tanggal 22 September 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar